Kamis, 15 Maret 2012

Hak Asasi Manusia



BAB I

Latar Belakang

Hak asasi manusia merujuk kepada hak yang dimiliki oleh semua insan. Konsep hak asasi manusia adalah berdasarkan memiliki suatu bentuk yang sama sebagaimana yang dimiliki oleh semua insan manusia yang tidak dipengaruhi oleh asal, ras, dan warga negara. Oleh karena itu secara umum hak asasi manusia dapat diartikan sebgai hak-hak yang telah dimiliki seseorang sejak ia lahir dan merupakan pemberian Tuhan. Ruang lingkup hak asasi manusia itu sendiri adalah:
1.     Hak untuk hidup
2.     Hak untuk memperoleh pendidikan
3.     Hak untuk hidup bersama-sama seperti orang lain
4.     Hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama
5.     Hak untuk mendapatkan pekerjaan

Dalam hal proses penegakan hukum, apabila implementasi lebih berorientasi pada penghoirmatan terhadap hak asasi manusia maka akan lebih “menggugah” masyarakat untuk menjunjung tinggi hukum itu sendiri.

Dalam hubungannya dengan hal ini, hak asasi manusia memiliki dua segi yaitu segi moral dan segi perundangan. Apabila dilihat dari segi moral, hak asasi manusia merupakan suatu tanggapan moral yang didukung oleh anggota masyarakat. Sehubungan dengan segi ini anggota masyarakat akan mengakui wujud hak tertentu yang harus dinikmati oleh setiap individu, yang dianggap sebagai sebagaian dari sifat manusia, walaupun mungkin tidak tercantum dalam undang-undang. Jadi, masyarakat pun mengakui secara moral akan eksistensi hak asasi yang dimiliki oleh setiap manusia.

Dari segi perundangan, hak asasi manusia diartikan sebagai seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Dalam konteks nasional, tak dapat dipungkiri bahwa isi dari adat istiadat dan budaya yang ada  di Indonesia juga mengandung pengakuan terhadap hak dasar dari seorang manusia. Apabila dilihat dari konteks ini, maka sebenarnya bangsa Indonesia sudah memiliki pola dasar dalam pengakuannya terhadap hak asasi manusia. Dasar-dasar hak asasi manusia di Indonesia terletak pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945.

Sedangkan dalam hubungannya dengan konteks internasional, hak asasi manusia (HAM)  merupakan substansi dasar dalam kehidupan bermasyarakat di dunia, yang terdiri dari berbagai macam unsur adat istiadat serta budaya yang tumbuh dan berkembang di dalamnya. Jadi yang dimaksud dengan hukum hak asasi manusia internasional adalah hukum mengenai perlindungan terhadap hak-hak individu atau kelompok yang dilindungi secara internasional dari pelanggaran yang terutama dilakukan oleh pemerintah atau aparatnya, termasuk di dalam upaya penggalakan hak-hak tersebut. Oleh karena itu, dengan dilakukan dialog dan pedekatan antar suku bangsa di dunia, maka dimungkinkan dapat mewujudkan penerapan hak asasi manusia yang jujur dan berkeadilan. Dalam hal hak asasi manusia dilihat dari konteks internasional ini, tentu penerapan, mekanisme penegakan hingga penyelesaiannya pun lebih kompleks bila dibandingkan dengan penanganan hak asasi manusia dalam lingkup nasional.

Walaupun perkembangan dunia sudah semakin maju dan kompleks, selama ini penegakan hak asasi manusia hanya diikat perjanjian bilateral antarnegara yang sifatnya moral. Padahal di sisi lain, masyarat internasional harusloah tunduk pada mekanisme internasional dalam hal penegakan hak asasi manusia. Oleh karena itu, instrumen internasional sangatlah dibutuhkan untuk mewujudkannya. Dalam hubungannya dengan penulisan makalah ini, sebagai awal kita harus mengetahui mengenai konsep hukum internasional itu sendiri. Hukum internasional diartikan sebagai hukum yang hanya mengatur hubungan antar negara.

Kemudian pada masa setelah Perang Dunia ke-II diperluas hingga mencakup organisasi internasional sebagai subyek hukum internasional yang memiliki hak-hak tertentu berdasarkan hukum internasional. Manusia sebagai individu dianggap tidak memiliki hak-hak menurut hukum internasional, sehingga manusia lebih dianggap sebagai obyek hukum daripada sebagai subyek hukum internasional. Teori-teori mengenai sifat hukum internasional ini kemudian membentuk kesimpulan bahwa perlakuan negara terhadap warga negaranya tidak diatur oleh hukum internasional, sehingga tidak ada pengaruhnya terhadap hak negara-negara lainnya. Karena hukum internasional tidak dapat diterapkan terhadap pelanggaran HAM suatu negara terhadap warga negaranya, maka seluruh permasalahan ini secara eksklusif berada di bawah yurisdiksi domestik setiap negara. Dengan kata lain, masalah HAM merupakan urusan dalam negeri setiap negara sehingga negara lain tidak berhak bahkan dilarang untuk turut campur tangan terhadap pelanggaran HAM di dalam suatu negara.



BAB II

ISI

HAM  adalah hak-hak yang seharusnya diakui secara universal sebagai hak-hak yang melekat pada manusia karena hakekat dan kodratnya sebagai manusia. Adapun pembatasan terhadap HAM tersebut dapat dibagi menjadi :
1. universal : tanpa melihat perbedaan suku, agama, ras, kepercayaan, usia, latar belakang, jenis kelamin, warna kulit.
2. Melekat (inherent) : hak tersebut bukan hasil pemberian kekuasaan/ orang lain.
Adapun ruang lingkup dari HAM adalah :


A. Larangan Diskriminasi
Prinsip non diskriminasi adalah suatu konsep sentral dalam kaidah hak asasi manusia. Prinsip tersebut dapat diketemukan dalam instrumen umum hak asasi manusia. Komite Hak Asasi Manusia telah menyatakan bahwa dengan mengacu pada persamaan jenis kelamin Kovenan International mengenai hak sipil dan politik tidak hanya memerlukan perlindungan tetapi juga memerlukan tindakan penguat yang dimaksudkan untuk menjamin perolehan positif hak-hak yang sama.


B. Hak atas Penghidupan, Kemerdekaan, dan Keselamatan Seseorang.
Hak atas penghidupan dalam instrumen tidak dijamin sebagai hak mutlak. Misalnya, menurut Konvensi Eropa, pencabutan nyawa tidak bertentangan dengan hak atas penghidupan, apabila pencabutan ini diakibatkan oleh tindakan tertentu yang sudah ditetapkan. Dalam beberapa instrumen, hukuman mati dimuat dalam sebuah Protokol tersendiri. Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik dan Konvensi Amerika keduanya membatasi hukuman mati pada “kejahatan yang paling berat,” keduanya mengatur bahwa hukuman mati harus hanya boleh dikenakan dengan suatu “keputusan final suatu pengadilan yang berwenang” sesuai dengan undang-undang yang tidak retroaktif. Kedua perjanjian internasional ini memberikan hak untuk mencari “pengampunan atau keringanan hukuman” dan melarang pengenaan hukuman mati pada orang di bawah usia delapan belas tahun pada saat melakukan kejahatan, dan melarang eksekusinya pada wanita hamil. Konvensi Eropa mensyaratkan hukuman mati dikenakan oleh suatu pengadilan, sesudah memperoleh keyakinan mengenai suatu kejahatan yang karena keputusannya ditetapkan oleh undang-undang.


C. Larangan  Penganiayaan
Semua instrumen umum melarang penganiayaan atau perlakuan secara kejam deng an tak mengingat kemanusiaan ataupun cara perlakuan atau hukuman yang menghinakan. Konvensi melawan penganiayaan atau perlakuan secara kejam dengan tak mengingat kemanusiaan ataupun cara perlakuan atau hukuman yang menghinakan ini disetujui pada tahun 1984 oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa. Konvensi tersebut menetapkan bahwa Negara berkewajiban mengekstradisi pelaku penganiayaan dan menuntutnya. Prinsip ini melibatkan yurisdiksi universal yang berarti bahwa setiap negara mempunyai yurisdiksi dan memiliki hak untuk mengekstradiksi atau menuntut pelaku penganiayaan tanpa dibatasi oleh kewarganegaraan pelaku penganiayaan atau tempat pelanggaran yang dituduhkan.


D. Hak Persamaan di Muka Hukum.
Ketentuan ini pada dasarnya merupakan suatu klausul nondiskriminasi. Ada tiga aspek yang dicakup oleh ketentuan ini. Aspek pertama adalah persamaan di muka hukum. Aspek kedua yaitu perlindungan hukum yang sama, dan aspek ketiga adalah perlindungan dari diskriminasi.


E. Hak Kebebasan Bergerak dan Berdiam
Dalam perjanjian-perjanjian internasional hak-hak asasi manusia umum, hak kebebasan bergerak dan berdiam mencakup kebebasan memilih tempat tinggal dalam suatu Negara, kebebasan meninggalkan dan memasuki negerinya sendiri, hak untuk tidak dikeluarkan dari suatu negeri tanpa diberi kesempatan untuk menyanggah keputusan tersebut, dan bebas dari pengasingan.


F. Hak atas Kebebasan Pikiran, Hati Nurani, dan Agama
Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan politik menyatakan bahwa perwujudan agama dan kepercayaan seseorang boleh dijadikan sasaran pembatasan seperti itu hanya karena ditentukan oleh undang-undang dan diperlukan untuk melindungi keselamatan umum, ketertiban umum, kesehatan masyarakat, atau moral umum, atau hak-hak dasar dan kebebasan orang lain.


Hubungan antara HAM dengan konsep Negara hukum
Negara hukum (the rule of law) lahir pada zaman Paus VII and Henriech IV th 1122, dimana kekuasaan raja/ gereja sebelumnya bersifat mutlak, perintahnya mengingkat kepada orang lain namun tidak pernah mengikat raja tersebut dimana kekuasaan semacam ini dikenal sebagai (the rule of man — titah). Jadi dengan lahirnya konsep the rule of law maka segala hukum yang lahir dari konsep kesepakatan ditempatkan pada posisi paling tinggi, yang pada akhirnya mendorong lahirnya “magna charta” yang isinya membatasi kekuasaan raja dan menghormati hak-hak warga kota (citizen). Jadi dalam suatu negara yang menerapkan konsep the rule of law, maka jaminan akan dihormatinya HAM lebih mudah diwujudkan.

B. SEJARAH HAM INTERNASIONAL
Di Inggris 1215 ; Magna Charta ; membatasi kekuasaan raja2 (raja John). Setelah PD I : Perjanjian negara-negara Eropa untuk melindungi kelompok minoritas dan harus dituangkan ke dalam uu Negara tersebut.
Abad 19 :
• Penghapusan perdagangan budak dan perlindungan hak buruh samapi lahirnya konvensi LBB untuk menghapus Perbudakan dan Perdagangan Budak).
• Pendirian ILO
• Pendirian ICRC Lahirnya Konvensi Genewa 1864 tentang perlindungan korban perang dan batas-batas cara dan pemakaian mesin perang.
• Lahirnya Konvensi Den Hag tentang pelarangan penggunaan gas beracun, senjata kimia
• Lahirnya Declaration of the Rights of Man and of citizens, AS 1776 diikuti Belanda 1798, Swedia 1709, Norwegia 1814, belgia 1831, Spanyol 1812 dsb.
Setelah Perang Dunia II
• Lahir Konvensi Genewa 1949 tentang Hukum Humaniter
• 1977 lahir Konvensi Genewa tentang gabungan antara konvensi genewa tentang perlindungan korban perang dan konvensi tentang tata cara perang.

Abad 20
• Nazi 1930-1940 Holocoust: pembantain kaum minoritas
• 1948 Universal Decalaration of Human Rights
• 1966 The International Covenant on Civil and Political Rights
• 1966 The International Covenant on Economical and Social and Cultural Rights.

C. SEJARAH PERKEMBANGAN HAM NASIONAl
Tekad bangsa Indonesia untuk mewujudkan penghormatan dan penegakan HAM sangat kuat ketika bangsa ini memperjuangkan hak asasinya, yaitu: “kemerdekaan”, yang telah berabad-abad dirampas oleh penjajah.
Para pendiri negeri ini telah merasakan sendiri bagaimana penderitaan yang dialami karena hak asasinya diinjak-injak oleh penjajah. Oleh karena itu, tidak mengherankan setelah berhasil mencapai kemerdekaan, para pendiri negeri ini mencanturnkan prinsip-prinsip HAM dalam Konstitusi RI (Undang-undang Dasar 1945 dan Pembukaannya) sebagai pedoman dan cita-cita yang harus dilaksanakan dan dicapai.


Namun dalam perjalanan sejarah bangsa, pedoman dan cita-cita yang telah dicanturnkan dalam konstitusi tersebut tidak dilaksanakan bahkan dilanggar oleh pemerintah yang seharusnya melaksanakan dan mencapainya. Kita semua sudah mengetahui bahwa Pemerintah Orde Lama dan Orde Baru tidak hanya tidak melaksanakan penghormatan dan penegakan HAM namun juga banyak melakukan pelanggaran HAM. Hal ini disebabkan oleh alasan politis dan teknis. Alasan politis adalah situasi politik di tingkat nasional dan tingkat intemasional (perang dingin). Di jaman Orde Lama, focus kebijakan Pemerintah RI adalah “Revolusi”. Kebijakan ini membawa kita ke konflik internal (domestik) dan intemasional, serta berakibat melupakan hak asasi rakyat. Sedangkan di jaman Orde Baru kebijakan pemerintah terfokus pada pembangunan ekonomi. Memang pembangunan ekonomi juga termasuk upaya pemenuhan HAM (hak ekonomi dan sosial). Namun kebijakan terlalu terfokus pada pembangunan ekonomi dan mengabaikan hak sipil dan politik, telah menyebabkan kegagalan pembangunan ekonomi itu sendiri. Adapun alasan teknis adalah karena prinsip-prinsip HAM yang tercantum dalam konstitusi belum dijabarkan dalam hukum positif aplikatif (Undang-undang Organik).

Sejak memasuki era reformasi, Indonesia telah melakukan upaya pemajuan HAM, termasuk menciptakan hukum positif yang aplikatif. Dilihat dari segi hukum, tekad bangsa Indonesia tercermin dari berbagai ketentuan yang tertuang dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 (UUD 45) dan Pancasila, dalam Undang-undang Dasar yang telah di amandemen, Undang-undang Nomor 39/1999 tentang HAM, Undang-undang Nomor 26/2000 tentang Pengadilan HAM, dan ratifikasi yang telah dilakukan terhadap sejumlah instrumen HAM intemasional

D. HAM  DALAM  UUD 1945
Dalam Pembukaan UUD 45 dengan tegas dinyatakan bahwa “pejajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”. Dalam Pancasila yang juga tercantum dalam Pembukaan UUD 45 terdapat sila “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Da1am P4, meskipun sekarang tidak dipakai lagi, namun ada penjelasan Sila kedua yang masih relevan untuk disimak, yaitu bahwa “dengan Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, manusia diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, yang sama derajatnya, yang sama hak dan kewajiban asasinya, tanpa membedakan suku, keturunan, agama dan kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan social, warna kulit, dan sebagainya. Karena itu dikembangkanlah sikap saling mencintai sesama manusia, sikap tenggang rasa dan ‘tepa salira ” serta sikap tidak semena-mena terhadap orang lain”.
Dibandingkan dengan UUDS 1950, ketentuan HAM di dalam UUD 1945 relatif sedikit, hanya 7 (tujuh) pasal saja masing-masing pasal 27, 28, 29, 30, 31, 31 dan 34, sedangkan di dalam UUDS 1950 didapati cukup lengkap pasal-pasal HAM, yaitu sejumlah 35 pasal, yakni dari pasal 2 sampai dengan pasal 42. Jumlah pasal di dalam UUDS 1950 hampir sama dengan yang tercantum di dalam Universal Declaration of Human Rights.
Meskipun di dalam UUD 1945 tidak banyak dicantumkan pasal-pasal tentang HAM, namun kekuarangan-kekurangan tersebut telah dipenuhi dengan lahirnya sejumlah Undang-undang antara lain UU No. 14 Tahun 1970 dan UU No. 8 Tahun 1981 yang banyak mencantumkan ketentuan tentang HAM. UU No. 14 Tahun 1970 memuat 8 pasal tentang HAM, sedangkan UU No. 8 Tahun 1981 memuat 40 pasal. Lagi pula di dalam Pembukaan UUD 45 didapati suatu pernyataan yang mencerminkan tekad bangsa Indonesia untuk menegakkan HAM yang berbunyi, “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.


Dalam amandemen kedua UUD 1945, pasal 28 telah dirobah menjadi bab tersendiri yang memuat 10 pasal mengenai hak asasi manusia. Sebagian besar isi perubahan tersebut mengatur mengani hak-hak sipil dan politik, hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Adapun Hak Asasi Manusia yang ditetapkan dalam Bab X A Undang-undang Dasar 1945 adalah sebagai berikut :
Ø Hak untuk hidup dan mempertahankan hidup dan kehidupannya (Pasal 28 A).
Ø Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang syah (Pasal 28 B ayat 1). 
Ø Hak anak untuk kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Pasal 28 B ayat 2).
Ø Hak untuk mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar (Pasal 28 C ayat 1).
Ø Hak untuk mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan budaya (Pasal 28 C ayat 1)
Ø Hak untuk mengajukan diri dalam memperjuangkan haknya secara kolektif (Pasal 28 C ayat 2).
Ø Hak atas pengakuan, jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil dan perlakuan yang sama di depan hukum (Pasal 28 D ayat 1)
Ø Hak utnuk bekerja dan mendapat imbalan serta perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja (Pasal 28 D ayat 3).
Ø Hak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan (Pasal 28 D ayat 3).
Ø Hak atas status kewarganegaraan (Pasal 28 D ayat 4).
Ø Hak kebebasan untuk memeluk agama dan beribadah menurut agamanya (Pasal 28 E ayat 1).
Ø Hak memilih pekerjaan (Pasal 28 E ayat 1).
Ø Hak memilih kewarganegaraan (Pasal 28 E ayat 1).
Ø Hak memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak untuk kembali (Pasal 28 E ayat 1).
Ø Hak kebebasan untuk meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai hati nuraninya (Pasal 28 E ayat 2).
Ø Hak kebebasan untuk berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat (Pasal 28 E ayat 3).
Ø Hak untuk berkomunikasi dan memeperoleh informasi (Pasal 28 F)
Ø Hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda (Pasal 28 G ayat 1)
Ø Hak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi manusia (Pasal 28 G ayat 1)
Ø Hak untuk bebeas dari penyiksaan (torture) dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia (Pasal 28 G ayat 2)
Ø Hak untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat (Pasal 28 H ayat 1)
Ø Hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan (Pasal 28 H ayat 1)
Ø Hak untuk mendapat kemudahan dan perlakuan khusus guna mencapai persamaan dan keadilan (Pasal 28 H ayat 2)
Hak atas jaminan sosial (Pasal 28 H ayat 3)
Ø Hak atas milik pribadi yang tidak boleh diambil alih sewenang-wenang oleh siapapun (Pasal 28 H ayat 4)
Ø Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut (retroaktif) (Pasal 28 I ayat 1)
Ø Hak untuk bebas dari perlakuan diskriminasi atas dasar apapun dan berhak mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminatif tersebut (Pasal 28 I ayat 2)
Ø Hak atas identitas budaya dan hak masyarakat tradisional (Pasal 28 I ayat 3)
Ø Perlindungan, pemajuan, penegakkan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah (pasal 28 I ayat 4)
Ø Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan (pasal 28I ayat 5)
Ø Setiap orang wajib menghormati hak orang lain (pasal 28 J ayat 1)
Ø Setiap orang dalam menjalankan hak dan kebebasanya wajib tunduk kepada pembatasan yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang (pasal 28 J ayat 2)

Definisi hak-hak sipil dan politik
Hak-hak sipil dan politik adalah hak yang bersumber dari martabat dan melekat pada setiap manusia yang dijamin dan dihormati keberadaannya oleh negara agar menusia bebas menikmati hak-hak dan kebebasannya dalam bidang sipil dan politik.
Adapun yang berkewajiban untuk melindungi hak-hak sipil dan politik warga negara sesuai dengan Pasal 8 Undang-undang No. 39 tahun 1999 ditegaskan bahwa perlindungan, Pemajuan, Penegakan dan Pemenuhan Hak Asasi Manusia terutama menjadi tanggung jawab pemerintah.
Karakteristik hak-hak sipil dan politik:
1. Dicapai dengan segera;
2. Negara bersifat pasif;
3. Dapat diajukan ke pengadilan;
4. Tidak bergantung pada sumber daya;
5. Non-ideologis.
Di dalam perlindungan hak-hak sipil dan politik, peran negara harus dibatasi karena hak-hak sipil dan politik tergolong ke dalam negative right, yaitu hak-hak-hak dan kebebasan yang dijamin di dalamnya akan terpenuhi apabila peran negara dibatasi. Bila negara bersifat intervensionis, maka tidak bisa dielakkan hak-hak dan kebebasan yang diatur d idalamnya akan dilanggar negara.
Hak-hak yang termasuk ke dalam hak-hak sipil dan politik
1. Hak hidup;
2. Hak bebas dari penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi;
3. Hak bebas dari perbudakan dan kerja paksa;
4. Hak atas kebebasan dan keamanan pribadi;
5. Hak atas kebebasan bergerak dan berpindah;
6. Hak atas pengakuan dan perlakuan yang sama dihadapan hukum;
7. Hak untuk bebas berfikir, berkeyakinan dan beragama;
8. Hak untuk bebas berpendapat dan berekspresi;
9. Hak untuk berkumpul dan berserikat;
10. Hak untuk turut serta dalam pemerintahan.

Kebebasan dasar dan hak-hak dasar itulah yang disebut hak asasi manusia yang melekat pada manusia secara kodrati sebagai anugerah tuhan yang maha esa. Hak-hak ini tidak dapat diingkari. Pengingkaran terhadap hak tersebut berarti mengingkari martabat kemanusiaan. Oleh karena itu, negara, pemerintah, atau organisasi apapun mengemban kewajiban untuk mengakui dan melindungi hak asasi manusia pada setiap manusia tanpa kecuali. Ini berarti bahwa hak asasi manusia harus selalu menjadi titik tolak dan tujuan dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara sebagimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbasis hak asasi manusia.