SEJARAH HAK ASASI MANUSIA
Hak asasi manusia
adalah hak dasar yang dimiliki manusia sejak manusia itu dilahirkan. Hak asasi
dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan kodrat kita sebagai manusia
yang bila tidak ada hak tersebut, mustahil kita dapat hidup sebagai manusia. Hak ini dimiliki oleh manusia semata – mata karena ia
manusia, bukan karena pemberian masyarakat atau pemberian negara. Maka hak
asasi manusia itu tidak tergantung dari pengakuan manusia lain, masyarakat
lain, atau Negara lain. Hak asasi diperoleh manusia dari Penciptanya, yaitu
Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan hak yang tidak dapat diabaikan.
Secara historis hak asasi manusia sebagaimana yang saat ini
dikenal (baik yang di cantumkan dalam berbagai piagam maupun dalam UUD),
memiliki riwayat perjuangan panjang bahkan sejak Abad Ke-13 perjuangan untuk
mengukuhkan gagasan hak asasi manusia ini sesudah dimulai segera setelah di
tanda tanganinya Magna Charta pada tahun 1215 oleh raja John Lackbland,
maka sering kali peristiwa ini di catat sebagai permulaan dari sejarah
perjuangan hak-hak asasi manusia, sekali pun sesungguhnya piagam ini belum
merupakan perlindungan terhadap hak-hak asasi sebagaimana yang di kenal surat
ini.
Menurut Muhammad Kusnardi dan Ibrahim, bahwasannya
perkembangan dari hak-hak asasi manusia adalah dengan ditanda tanganinya Polition
of Rights pada tahun 1628 oleh raja Charles 1. Kalau pada tahun 1215 raja
berhadapan dengan kaum bangsawan dan gereja, yang mendorong lahirnya Magna
Charta, maka pada tahun 1628 tersebut raja berhadapan dengan parlemen yang
terdiri dari utusan rakyat (The House Of Comouons) kenyataan ini
memperlihatkan bahwa perjuangan hak-hak asasi manusia memiliki korelasi yang
erat sekali dengan perkembangan demokrasi.
Namun dalam hal ini yang perlu dicatat, bahwasannya hak
asasi manusia itu telah ada sejak abad 13,karena telah adanya
pejuangan-perjuangan dari rakyat untuk mengukuhkan gagasan hak asasi mausia
sudah di miliki. Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh
setiap manusia sebagai anugerah Tuhan yang dibawa sejak lahir. Menurut UU No.
39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dinyatakan bahwa HAM adalah seperangkat
hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai anugerah Tuhan
Yang Maha Esa yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh
Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatannya, serta
perlindungan harkat dan martabat manusia.
HAM memiliki beberapa ciri khusus, yaitu sebagai berikut:
1)
Hakiki (ada pada setiap diri manusia
sebagai makhluk Tuhan).
2)
Universal, artinya hak itu berlaku
untuk semua orang.
3)
Permanen dan tidak dapat dicabut.
4)
Tak dapat dibagi, artinya semua
orang berhak mendapatkan semua hak.
Perkembangan
tuntutan HAM berdasar tingkat kemajuan peradaban budaya dapat dibagi secara
garis besar meliputi bidang sebagai berikut.
a. Hak asasi pribadi (personal
rights)
b. Hak asasi di bidang politik (politic
rights)
c. Hak asasi di bidang ekonomi (economic
and property rights)
d. Hak asasi di bidang sosial budaya (social
and cultural rights)
e.
Hak untuk memajukan ilmu dan
teknologi
f.
Hak asasi untuk mendapatkan
perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan (procedural rights)
g.
Hak asasi di bidang HANKAM (defense
and security rights)
Hak
Asasi Manusia di Indonesia
Hak
Asasi Manusia di Indonesia bersumber dan bermuara pada pancasila. Yang artinya
Hak Asasi Manusia mendapat jaminan kuat dari falsafah bangsa, yakni Pancasila.
Bermuara pada Pancasila dimaksudkan bahwa pelaksanaan hak asasi manusia
tersebut harus memperhatikan garis-garis yang telah ditentukan dalam ketentuan
falsafah Pancasila. Bagi bangsa Indonesia, melaksanakan hak asasi manusia bukan
berarti melaksanakan dengan sebebas-bebasnya, melainkan harus memperhatikan
ketentuan-ketentuan yang terkandung dalam pandangan hidup bangsa Indonesia,
yaitu Pancasila. Hal ini disebabkan pada dasarnya memang tidak ada hak yang
dapat dilaksanakan secara multak tanpa memperhatikan hak orang lain.
Setiap
hak akan dibatasi oleh hak orang lain. Jika dalam melaksanakan hak, kita tidak
memperhatikan hak orang lain,maka yang terjadi adalah benturan hak atau
kepentingan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
Negara
Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan
kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat dan tidak
terpisah dari manusia yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi
peningkatan martabat kemanusisan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan
serta keadilan.
Berbagai instrumen hak asasi manusia yang dimiliki Negara
Republik Indonesia,yakni:
·
Undang
– Undang Dasar 1945
·
Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia
·
Undang
– Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Di Indonesia secara garis besar
disimpulkan, hak-hak asasi manusia itu dapat dibeda-bedakan menjadi sebagai
berikut :
·
Hak
– hak asasi pribadi (personal rights) yang meliputi kebebasan menyatakan pendapat,
kebebasan memeluk agama, dan kebebasan bergerak.
·
Hak
– hak asasi ekonomi (property rights) yang meliputi hak untuk memiliki sesuatu,
hak untuk membeli dan menjual serta memanfaatkannya.
·
Hak
– hak asasi politik (political rights) yaitu hak untuk ikut serta dalam
pemerintahan, hak pilih (dipilih dan memilih dalam pemilu) dan hak untuk
mendirikan partai politik.
·
Hak
asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan (
rights of legal equality).
·
Hak
– hak asasi sosial dan kebudayaan ( social and culture rights). Misalnya hak
untuk memilih pendidikan dan hak untukmengembangkan kebudayaan.
·
Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan
tata cara peradilan dan perlindungan (procedural rights). Misalnya peraturan
dalam hal penahanan, penangkapan, penggeledahan, dan peradilan.
Secara konkret untuk pertama kali Hak Asasi Manusia
dituangkan dalam Piagam Hak Asasi Manusia sebagai lampiran Ketetapan
Permusyawarahan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998.
Contoh Kasus Pelanggaran HAM (Hak
Asasi Manusia)
Banyak sekali contoh kasus pelanggaran HAM (Hak
Asasi Manusia) yang terjadi di Indonesia, bahkan belakangan ini kasus
pelanggaran hak Asasi Manusia (HAM) masih sering terjadi walaupun sudah ada
sistem pengawasan terhadap kemungkinan terjadinya pelanggaran HAM seperti
adanya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Namun masih banyak kasus
pelanggaran HAM yang terjadi baik pelanggaran HAM berat maupun ringan.
Bahkan dari sekian banyak kasus pelanggaran HAM
yang terjadi masih banyak pula yang belum tuntas secara hukum, hal itu
tentu saja tak lepas dari kemauan dan itikad baik pemerintah untuk
menyelesaikannya sebagai pemegang kekuasaan sekaligus pengendali keadilan
bagi bangsa ini.
Namun demikian, seperti dikutip dari republika.com,
bahwa Presiden SBY masih berkomitmen kuat untuk menyelesaikan kasus-kasus
pelanggaran Hak Asasi Manusia terutama kasus pelanggaran HAM di masa lalu. Hal
ini dikatakan Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim dalam keterangan pers usai
pertemuan dengan Presiden SBY, Jumat (13/5) di Kantor Presiden,
Contoh kasus HAM masa lalu seperti kasus Talang
Sari Lampung, Alasprogo (Jawa Timur) dan peristiwa kericuhan 1998 silam yang
juga akan dibuka lagi termasuk mengenai konflik agraria yang belakangan ini
sering terjadi, seperti di Kebumen, Jawa Tengah, dan Alas Progo, Jawa Timur.
Dibawah ini beberapa contoh Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia :
1. PELANGGARAN HAM OLEH TNI
Kasus ini sering terjadi pada pemerintahan Suharto,
dimana waktu itu TNI dan Polri menjadi salah satu alat untuk kekuasaan. Kasus
HAM yang elibatkan TNI ini mencapai puncaknya pada akhir prmerintahan Orde Baru
saat rakyat mulai mengadakan perlawanan.
2. KASUS PELANGGARAN HAM YANG TERJADI DI
MALUKU
Akibat konflik dan kekerasan yang terjadi dimaluku
tercatat tercatat 8000 orang tewas dan sekitar 4000 orang luka – luka,
termasuk ribuan rumah, perkantoran dan pasar hancur dibakar, ratusan sekolah
hancur serta terdapat 692.000 jiwa sebagai korban konflik yang sekarang telah
menjadi pengungsi di dalam/luar Maluku.
3. PELANGGARAN HAM TERHADAP ANAK
Anak sebagai sebagai generasi penerus bangsa, sudah
seharusnya anak selalalu dipersiapkan untuk bisa mengemban cita-cita bangsa
bukan justru sebaliknya tak sedikit orang yang merampas hak anak. Contoh-contoh
pelanggaran hak asasi manusia (HAM) pada anak seperti pembuangan bayi,
penelantaran anak, gizi buruk hingga penularan HIV/Aids dsb.
Dala beberapa tahun terakhir kasus pembuangan bayi
yang dilakukan orang tuanya terus meningkat berdasarkan catatan Komisi Nasional
Perlindungan Anak (Komnas PA). Pada tahun 2008 seperti yang tercatat pada
Komnas PA telah terjadi pengaduan kasus pembuangan bayi sebanyak 886 bayi.
Sedangkan tahun 2009 jumlahnya meningkat menjadi
904 bayi. Tempat pembuangan bayi juga beragam, mulai dari halaman rumah warga,
sungai, rumah ibadah, terminal, stasiun kereta api, hingga selokan dan tempat sampah,
Dari kasus ini 68% bayi meninggal sedangkan sisanya masih hidup diasuh
masyarakat atau dititip dipanti asuhan dan masih banyak lagi contoh-contoh
pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia
4. PELANGGARAN HAM ATAS NAMA AGAMA
Kita memiliki banyak sejarah gelap agamawi, entah itu dari kalangan gereja Protestan maupun gereja Katolik, entah dari aliran lainnya. Bahwa kadang justru dengan simbol agamawi, kita melupakan kasih, yaitu kasih yang menjadi ‘atribut’ Tuhan kita Yesus Kristus. Hal-hal ini dicatat dalam buku sejarah dan beberapa kali kisah-kisah tentang kekejaman gereja difilmkan. Salah satu contohnya dalam film The Scarlet Letter, film tentang hyprocricy Gereja Potestan yang ‘menghakimi’ seorang pezinah dan kelompok-kelompok yang dianggap bidat, adalagi filmThe Magdalene Sisters, juga film A Song for A Raggy Boy, The Headman, “The Name of the Rose” , dan masih banyak lainnya. Kini, telah hadir film yang lumayan baru, yang diproduksi oleh Saul Zaentz dan disutradarai oleh Milos Forman, dua nama ini cukup memberi jaminan bahwa film yang dibuat mereka selalu bagus yaitu film GOYA’s GOST.
Mungkin saja film GOYA’s GOST ini akan membuat ‘marah’ sebagian kelompok, namun apa yang dikemukakan oleh Zaentz dan Forman, sebagaimana kekejaman “Inkuisisi” telah tercatat dalam sejarah hitam Gereja. Kisah-kisah kekejamannya juga terekam dalam lukisan-lukisan karya Seniman Spanyol Francisco Goya (1746–1828 ), yang menjadi tokoh sentral dari film GOYA’s GOST ini.
Kita telah mengenal banyak sekelompok manusia dengan atribut agama, berlindung dalam lembaga agama, mereka justru melakukan kejahatan kemanusiaan (crimes against humanity) entah itu Kristen, Islam atau agama apapun. Atas nama ‘agama yang suci’ mereka melakukan ‘pelecehan yang tidak suci’ kepada sesamanya manusia. Akhir abad 20 atau awal abad 21, akhir-akhir ini kita disuguhi sajian-sajian berita akan kebobrokan manusia yang beragama melanggar hak asasi manusia, misalnya kelompok Al-Qaeda dan sejenisnya menteror dengan bom, dan olehnya mungkin sebagian dari kita telah prejudice menempatkan orang-orang Muslim di sekitar kita sama jahatnya dengan kelompok ‘Al-Qaeda’. Di sisi lain Amerika Serikat (AS) sebagai ‘polisi dunia’ sering memakai ‘isu terorisme yang dilakukan Al-Qaeda’ untuk melancarkan macam-macam agendanya. Invasi AS ke Iraq, penyerangan ke Afganistan dan negara-negara lain yang disinyalir ‘ada terorisnya’. Namun kehadiran pasukan AS dan sekutunya di Iraq tidak berdampak baik, mungkin pada awalnya terlihat AS dengan sejatanya yang super-canggih menguasai Iraq dalam sekejap, namun pasukan mereka babak-belur dalam ‘perang-kota’, ini mengingatkan kembali sejarah buruk, dimana mereka juga kalah dalam perang gerilya di Vietnam. Kegagalan pasukan AS mendapat kecaman dari dalam negeri, bahkan sekutunya, Inggris misalnya. Tekanan-tekanan ini membuat PM Inggris Tony Blair memilih mengakhiri karirnya sebelum waktunya baru-baru ini. Karena ia berada dalam posisi yang sulit : menuruti tuntutan dalam negeri ataukah menuruti tuan Bush.
Memang kita akui banyak kebrutalan yang dilakukan oleh para teroris kalangan Islam Fundamentalis, contoh Bom Bali dan sejenisnya di seluruh dunia. Tapi tidak menutup kemungkinan Presiden Amerika Serikat, George Bush adalah juga seorang ‘Fundamenalis’ dalam ‘Agama’ yang dianutnya, karena gaya Bush yang sering ‘secara implisit’ terbaca dimana ia menempakan dirinya sebagai penganut Kristiani yang memerangi terorisme dari para teroris Muslim Fundamentalis. Tentu saja apa-apa yang mengandung “fundamentalis” entah itu Islam/ Kristen/ agama yang lain, bermakna tidak baik.
Sebelumnya, ditengah-tengah ‘isu anti terorisme (Islam)’, sutradara Inggris, Ridley Scott memproduksi film The Kingdom of Heaven, barangkali bisa juga digunakan untuk menyindir Presiden Bush yang sering menggunakan kata“crusades” dalam pidatonya. Film The Kingdom of Heaven adalah sebuah ‘otokritik’ bagi Kekristenan, dan sajian ‘ironisme’ dari ajaran Kristus yang penuh kasih. Bahwa perang Salib yang telah terjadi selama 4 abad itu bukanlah suatu kesaksian yang baik, tetapi lebih merupakan sejarah hitam.
CONTOH
KASUS HAM KEKERASAN
LAKI-LAKI KE WANITA
Setelah memiliki
pasangan, entah itu pacaran atau menikah, tidak sedikit wanita yang menjadi
korban kekerasan. Sebenarnya apa yang membuat pria melakukan kekerasan pada
wanitanya?
Pemicu adanya kekerasan tidak melulu karena faktor ekonomi, pendidikan yang rendah, atau cemburu buta. Menurut Ketua Sub Komisi Pemulihan Komisi Nasional (Komnas) Perempuan Sri Nurherawati, latar belakang keluarga juga bisa menjadi penyebab pria melakoni kekerasan ke pasangannya.
"Karena dulu dia sering melihat ayahnya melakukan KDRT terhadap ibunya," ujarnya.
Untuk kasus tersebut, si pria bisa mendapatkan konseling agar menyadari perbutannya. Sebaiknya konseling ini dilakukan sejak dini. Jika sejak awal ditemukan potensi pasangan melakukan kekerasan, Nurherawati menyarankan hubungan tersebut tidak usah diteruskan.
Namun tidak semua kasus KDRT harus membuat wanita bercerai dari pasangannya. "Kasus KDRT tidak selalu berakhir dengan cerai karena adanya harapan si korban bahwa suaminya akan berubah," jelas wanita lulusan Fakultas Hukum Universitas Padjajaran itu.
Ketika wanita berharap pasangannya berubah, si pria juga punya potensi menyadari tindakannya itu melanggar hukum. "Dia mau melakukan perubahan, misalnya dengan konseling. Dia harus sadar kalau kekerasan yang dia lakukan tindakan kejahatan, harus ada dua hal itu," tuturnya.
Namun dalam beberapa kasus, tidak sedikit wanita yang setelah rujuk dari suaminya ternyata di kemudian hari kembali mendapat kekerasan. Hal tersebut terjadi karena sang suami tidak menyadari bahwa tindakannya merupakan kejahatan kemanusiaan. Selain itu, setelah penyelesaian kasus pertama, tidak ada mekanisme monitoring evaluasi untuk mencegah terjadinya kekerasan terulang setelah korban dan suaminya kembali rujuk.
Pengawasan atau evaluasi ini sebenarnya bisa dilakukan oleh siapapun. Bagi Anda yang mengetahui adanya KDRT atau kekerasan pada wanita, wajib melaporkannya ke pihak yang berwenang.
Dalam Undang-undang Perlingdungan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PDKRT) disebutkan korban kekerasan berhak mendapatkan perlindungan. UU PKDRT mendorong wanita yang mengalami kekerasan mengadukan masalah yang dialaminya. Korban bisa melapor ke polisi untuk memperoleh perlindungan sementara. Pihak kepolisian wajib memberikan perlindungan sementara kepada korban paling lama tujuh hari sejak pelaporan. Jika perlindungan tersebut tidak cukup, keluarga, pendamping, dan polisi, dapat mengajukan kasus KDRT ke pengadilan. Kewenangannya pun berpindah ke tangan pengadilan.
Pemicu adanya kekerasan tidak melulu karena faktor ekonomi, pendidikan yang rendah, atau cemburu buta. Menurut Ketua Sub Komisi Pemulihan Komisi Nasional (Komnas) Perempuan Sri Nurherawati, latar belakang keluarga juga bisa menjadi penyebab pria melakoni kekerasan ke pasangannya.
"Karena dulu dia sering melihat ayahnya melakukan KDRT terhadap ibunya," ujarnya.
Untuk kasus tersebut, si pria bisa mendapatkan konseling agar menyadari perbutannya. Sebaiknya konseling ini dilakukan sejak dini. Jika sejak awal ditemukan potensi pasangan melakukan kekerasan, Nurherawati menyarankan hubungan tersebut tidak usah diteruskan.
Namun tidak semua kasus KDRT harus membuat wanita bercerai dari pasangannya. "Kasus KDRT tidak selalu berakhir dengan cerai karena adanya harapan si korban bahwa suaminya akan berubah," jelas wanita lulusan Fakultas Hukum Universitas Padjajaran itu.
Ketika wanita berharap pasangannya berubah, si pria juga punya potensi menyadari tindakannya itu melanggar hukum. "Dia mau melakukan perubahan, misalnya dengan konseling. Dia harus sadar kalau kekerasan yang dia lakukan tindakan kejahatan, harus ada dua hal itu," tuturnya.
Namun dalam beberapa kasus, tidak sedikit wanita yang setelah rujuk dari suaminya ternyata di kemudian hari kembali mendapat kekerasan. Hal tersebut terjadi karena sang suami tidak menyadari bahwa tindakannya merupakan kejahatan kemanusiaan. Selain itu, setelah penyelesaian kasus pertama, tidak ada mekanisme monitoring evaluasi untuk mencegah terjadinya kekerasan terulang setelah korban dan suaminya kembali rujuk.
Pengawasan atau evaluasi ini sebenarnya bisa dilakukan oleh siapapun. Bagi Anda yang mengetahui adanya KDRT atau kekerasan pada wanita, wajib melaporkannya ke pihak yang berwenang.
Dalam Undang-undang Perlingdungan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PDKRT) disebutkan korban kekerasan berhak mendapatkan perlindungan. UU PKDRT mendorong wanita yang mengalami kekerasan mengadukan masalah yang dialaminya. Korban bisa melapor ke polisi untuk memperoleh perlindungan sementara. Pihak kepolisian wajib memberikan perlindungan sementara kepada korban paling lama tujuh hari sejak pelaporan. Jika perlindungan tersebut tidak cukup, keluarga, pendamping, dan polisi, dapat mengajukan kasus KDRT ke pengadilan. Kewenangannya pun berpindah ke tangan pengadilan.